Minat Baca Hilang, Taman Bacaan Dijual



Membaca menjadi salah satu dari kemampuan berbahasa seseorang. Membaca melengkapi kemampuan selain menulis, berbicara, dan menyimak (mendengarkan dan memahami). Itu sebabnya bahan bacaan sangat penting untuk selalu tersedia.

Dulu koran dan majalah -selain buku- menjadi bacaan. Itu ketika media internet dan gadget belum dikenal.

Bersamaan dengan penggunaan media online maka bahan bacaan fisik mulai ditinggalkan. Orang bahkan mewacanakan adanya paperless suatu ketika nanti. Artinya, karena tuntutan kecepatan, efisiensi, dan kemudahan maka kertas semakin ditinggalkan.

Itu sebabnya ketika perpustakaan semakin sepi (milik perseorangan maupun dinas/instansi), taman bacaan pun (biasanya milik perseorangan) lebih sepi lagi. Dalam keadaan seperti pemasukan yang diperoleh para pemilik aman bacaan tidak memadai lagi dibandingkan dengan berbagai pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk pengelolaannya.

Sebuah taman bacaan tua di Cimahi dikhabarkan akan ditutup. Pemiliknya menawarkan koleksinya untuk dipindah tangankan. Ia berharap orang-orang peduli pada peningkatan minat baca untuk mengambil alih koleksi buku-bukunya. Ia menyebut salah satunya nama Sule, atau Pemkab setempat. Atau siapa saja yang berminat.
*
Namanya Pak Suparman Siswodiharjo (70 Tahun). Ia pemilik Taman Bacaan Garuda, yang terletak di Jalan Jenderal Amir Machmud, Tagog, Gang M. Arjo, Kota Cimahi, Jawa Barat. (Sumber 1)

Suparman memulai usaha taman bacaan hampir 40 tahun lalu, tepatnya sejak 1982 di sebuah kawasan di Kota Bandung. Karena satu alasan pada tahun 1990 ia pindah ke Cimahi, sampai sekarang. Kepindahan itu mengharuskannya membawa serta koleksi buku pada taman bacaannya.

Koleksi unggulannya yaitu komik dan novel. Koleksi itu konsumsi remaja hingga buku lawas yang digemari orang dewasa di era keemasannya di tahun 1990-2000an. Suparman memiliki 20 ribu buku, dan hendak dilepas dengan harga Rp 75 juta. Jadi pukul rata harga Rp 4 ribu tiap buku.

"Anak jaman sekarang sudah tidak ada yang mau baca," kata Suparman, mengemukakan alasannya berencana menutup taman bacaannya. "Saya ngobrol sama beberapa orang yang datang, ya mereka juga kaget. Tapi bagaimana lagi, bapak mohon maklum."

Taman Bacaan Garuda kini sedang mencari pembeli. Tentu rencana itu mengejutkan para pelanggan setianya. Meski minat baca makin rendah --minimal minat baca buku, dan lebih khusus buku komik dan novel- bukan berarti minat baca melalui media lain turun --khususnya melalui media sosial. 

Tetapi soal minat ini memang agak merisaukan, sebab kuat dugaan bahwa gadget yang dimiliki kaum milenial bisa jadi lebih banyak digunakan untuk urusan main game dan bersosial media. Soal bacaan, baik kualitas maupun kuantitasnya, agaknya tidak membaik. Jangankan bertambah, bertahan saja rasanya sulit. 

Tuntutan zaman yang sulit ditolak bila perpustakaan dan taman bacaan ingin kembali eksis yaitu dengan meningkatkan diri dengan perpustakaan digital berbasis internet.
*
Andai ada anak -- cucu Pak Suparman atau pelanggan setia yang punya niat dan kemampuan finansial meneruskan usaha taman bacaan akan sangat ditunggu. Bersamaan denga itu ke depannya aman bacaan itu lambat-laun harus dilengkapi dengan taman bacaan digital.

Pelajar dan mahasiswa tidak mungkin meninggalkan perpustakaan. Di sana tersedia referensi yang mereka butuhkan. Mereka juga perlu taman bacaan untuk menuruti besarnya minat baca. Namun, tentu mereka lebih menyukai bacaan dengan format elektronik. Para penggiat literasi pun mestinya membutuhkan perpustakaan digital.

Bahkan para penggiat media sosial sehingga makin cerdas dan arif untuk tidak terjebak pada informasi dan referensi hoaks. Sebab hal itu bukan saja salah, tetapi juga menyesatkan.

Keuntungan yang diperoleh pengguna dalam pemanfaatan perpustakaan dan taman bacaan digital, antara lain menghemat waktu dan tempat, mempertinggi kecepatan informasi baru, mempermudah akses informasi, dan lainnya. Dengan demikian pengguna akan merasa lebih aman dan nyaman, ringan, dan menyenangkan. (Sumber 2)

Andai saja Taman Bacaan Garuda dapat meng-up grade diri ke sana tentu lebih baik. Rasa kehilangan dan kesedihan Pak Suparman tidak perlu terjadi.

Tapi itulah perubahan, semua berubah, berganti, dan tidak lagi sama dengan yang dulu. Termasuk nasib perpustakan maupun taman bacaan. Perpustakaan dimungkinkan lebih bertahan karena dimiliki/dikelola oleh dinas/instansi yang memiliki anggaran pengelolaan memadai. Sedangkan taman bacaan harus mengais rupiah dari penyewaan yang jumlahnya makin kecil karena peminat makin berkurang.

Oleh karena itu siapa kiranya yang bersedia mengulurkan tangan untuk Pak Suparman? Jangan sampai "minat baca hilang, taman bacaan dijual" tidak mendapatkan pemecahannya. Nah, siapa yang terketuk hati untuk menyelamatkan Taman Bacaan Garuda? 

Sumber : https://www.kompasiana.com/sugiyantohadi/5e56a7acd541df52861b2e42/minat-baca-hilang-taman-bacaan-dijual


Comments

Popular posts from this blog

Virus Negatif Vs Virus Positif

Ingin Nyaman Membaca Buku di Tempat Tidur? Ikuti 5 Tips Berikut!